Sinopsis Film Jalan Pulang (2025): Petualangan Emosional Seorang Ibu dalam Mencari Kebenaran

Daftar Isi

Warta Bulukumba - Malam itu, tidak ada suara selain deru mesin tua dan desis ban yang mengiris jalanan aspal basah. Seorang ibu duduk di balik kemudi, tangannya kaku menggenggam setir, sementara matanya tak lepas dari lampu jalan yang satu-satu padam di belakangnya. Di kursi belakang, seorang anak terbaring lemah, napasnya sesekali terputus, seperti menahan dunia agar tidak runtuh seketika.

Ini bukan perjalanan biasa. Bukan mudik, bukan kabur. Ini adalah ritual sunyi yang hanya bisa dijalani oleh mereka yang sedang menggenggam harapan terakhir — seorang ibu yang menolak menyerah.

Di sinilah "Jalan Pulang" membuka kisahnya — sebuah film horor emosional yang lebih banyak berbicara lewat keheningan daripada teriakan. Disutradarai dengan tenang tapi menghantui, film ini memaksa penonton duduk bersanding dengan luka batin seorang perempuan yang hanya ingin anaknya sembuh.

Benteng harapan seorang ibu

Luna Maya, yang selama ini dikenal lewat karakter-karakter penuh misteri dan sensualitas, kini hadir sebagai ibu biasa. Tapi justru di kesederhanaan itulah kita melihat kompleksitas terdalam: seorang perempuan yang tidak bisa menangis, tapi juga tidak bisa berhenti takut.

Setiap kilometer yang ia tempuh bukan hanya soal jarak, tapi soal batas antara kewarasan dan kepasrahan. Taskya Namya dan Shareefa Danish hadir sebagai tokoh-tokoh yang tidak selalu menjawab pertanyaan, tapi memperumit pertaruhan moral sang ibu. Apakah ini benar-benar jalan pulang? Atau sekadar ilusi agar ia tidak merasa sendiri?

Jalan Pulang tidak menjejalkan jumpscare murahan. Ketakutannya datang dari tempat yang lebih nyata — rumah sakit yang jauh, waktu yang sempit, dan suara anak yang berhenti memanggil.

Ibu dan cinta dalam sunyi

Dalam salah satu adegan paling sunyi, sang ibu berhenti di tengah sawah, hanya ditemani bunyi jangkrik dan angin. Ia membuka pintu mobil, menatap ke langit. Tak ada doa yang diucapkan, hanya tatapan kosong yang berkata: “Tuhan, aku sudah tidak tahu lagi harus ke mana.”

Di sinilah kekuatan film ini: ia tidak menggurui, tapi memperlihatkan. Kamera tidak mengejar efek, tapi menyelinap ke sudut-sudut emosi. Musik pun tidak mencoba memanipulasi perasaan — justru diam yang bicara paling nyaring.

Dan di akhir film, ketika ia akhirnya tiba — atau mungkin tidak pernah benar-benar tiba — kita tak lagi peduli apakah ini cerita tentang setan atau sekadar luka batin. Karena yang tinggal di kepala kita adalah satu kalimat: cinta seorang ibu kadang bisa membuat kita menyetir melewati neraka, hanya demi satu peluang yang mustahil.

Apa yang kita cari di jalan pulang?

"Jalan Pulang" bukan film untuk semua orang. Ia lambat, meditatif, dan terlalu jujur. Tapi bagi mereka yang pernah duduk di sebelah tempat tidur orang yang dicintai, yang pernah menyetir tanpa arah dengan dada sesak, film ini seperti cermin.

Di dunia yang serba cepat dan gamang, "Jalan Pulang" adalah pengingat bahwa kadang, rasa takut terdalam bukan berasal dari hantu, tapi dari kehilangan yang belum kita izinkan terjadi.

Film " Jalan Pulang " Akan tayang di bioskop mulai tanggal 19 Juni 2025 di seluruh bioskop tanah air. Genre film ini adalah horor emosional dan drama perjalanan yang diperankan oleh Luna Maya, Shareefa Danish, Taskya Namya, Sujiwo Tejo, Jajang C. Noer.

Dalam gelap, kita semua mencari 'Jalan Pulang'

Pada akhirnya, “Jalan Pulang” bukan hanya film tentang seorang ibu dan anaknya. Ia adalah cerita yang lebih besar: tentang kehilangan yang pelan-pelan merayap, tentang cinta yang diam-diam mengikis logika, dan tentang keberanian seorang perempuan untuk terus melangkah — bahkan ketika arah sudah kabur, bahkan saat dunia terasa tidak adil.

Film ini tidak menawarkan jawaban. Ia tidak menjanjikan bahwa semua akan baik-baik saja. Tapi ia mengajarkan kita satu hal yang sangat manusiawi: bahwa cinta, sesederhana dan sesunyi apa pun, selalu mencari jalan untuk pulang.

Dan mungkin, dalam hidup yang kita jalani dengan tergesa-gesa ini, satu-satunya yang patut kita jaga bukan arah pulang itu sendiri — tapi siapa yang membuat perjalanan itu berarti.***

Posting Komentar