Rumah Dekat Sekolah Ditolak, Orang Tua di Depok Protes Sistem SPMB 2025 yang Dianggap tidak Adil

PR JABAR – Keluhan orang tua siswa kembali muncul terkait pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025/2026 di Kota Depok. Sejumlah orang tua mengadukan ketidakadilan sistem domisili yang membuat anak mereka gagal diterima di sekolah negeri terdekat, meskipun jarak rumah dengan sekolah hanya beberapa ratus meter. Kasus ini terjadi khususnya di SMP Negeri 31 dan SMP Negeri 6 di Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilodong.
Orang Tua Siswa Protes Anak Ditolak Meski Rumah Dekat Sekolah
Mardani, salah satu orang tua calon siswa, mengeluhkan penolakan anaknya di SMP Negeri 31. Padahal, rumahnya hanya berjarak sekitar 300 meter dari sekolah tersebut. "Saya bingung kenapa anak saya tidak diterima, padahal jarak rumah ke sekolah sangat dekat. Harusnya ini diprioritaskan," ungkapnya saat menyampaikan keluhan kepada Ketua RW setempat.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua RT 06/06 Kalibaru, Rohmat, yang menyatakan banyak warganya yang gagal diterima di SMP Negeri 6 meski hanya berjarak sekitar 200 meter. Biasanya, kata Rohmat, sistem domisili selama ini tidak pernah menolak warga yang tinggal di sekitar sekolah. Namun, tahun ini situasinya berbeda dan belum ada penjelasan dari panitia SPMB mengenai alasan penolakan tersebut.
Ketua RW Siap Tindaklanjuti Keluhan Warga
Ketua RW 06 Kelurahan Kalibaru, Jumhari, mengaku telah menerima berbagai keluhan dari warga yang anaknya gagal masuk SMP 6 dan SMP 31 meskipun jaraknya sangat dekat. Ia menyatakan akan mengunjungi langsung sekolah terkait untuk mencari tahu penyebab penolakan ini. Jumhari juga menyesalkan minimnya komunikasi antara pihak sekolah dan lingkungan terkait pelaksanaan SPMB tahun ini.
“Kami melihat banyak siswa yang justru datang dari luar wilayah dengan menggunakan ojek online atau kendaraan pribadi. Kami ingin memastikan apakah proses seleksi sudah sesuai aturan dan adil bagi warga sekitar,” ujarnya.
Ketentuan Jalur Domisili dan Persyaratan Administrasi SPMB
Dinas Pendidikan Kota Depok menetapkan jalur domisili sebagai salah satu syarat utama dalam penerimaan siswa baru SMP negeri tahun 2025. Jalur ini mengacu pada lokasi tempat tinggal calon siswa yang harus berdekatan dengan sekolah tujuan. Syarat administrasi wajib meliputi kepemilikan Kartu Keluarga (KK) yang telah diterbitkan minimal satu tahun sebelum mendaftar. Selain itu, nama orang tua pada KK harus sesuai dengan dokumen pendukung lain, seperti akta kelahiran. Jika terjadi perbedaan, harus disertai bukti resmi seperti akta kematian atau surat perceraian.
Meskipun aturan ini bertujuan untuk menjamin pemerataan dan prioritas bagi warga sekitar, sejumlah orang tua mengeluhkan proses verifikasi yang dinilai tidak transparan. Ada indikasi data domisili yang tidak sesuai atau kesalahan teknis dalam penginputan koordinat tempat tinggal calon siswa. Bahkan, warga menduga adanya praktik “titipan domisili” sehingga siswa dari luar wilayah bisa lolos masuk sekolah tertentu.
Posko Pengaduan SPMB Tetap Dibuka, Tapi Masih Banyak Kendala
Dinas Pendidikan Kota Depok membuka posko pengaduan selama masa pendaftaran SPMB berlangsung, mulai 14 Mei hingga 27 Juni 2025. Posko ini berfungsi untuk menampung keluhan masyarakat terkait kendala teknis seperti verifikasi akun, perubahan data Kartu Keluarga, dan koordinat alamat yang belum sesuai di sistem. Kepala Dinas Pendidikan, Siti Chaerijah Aurijah, mengungkapkan bahwa banyak pengaduan masuk berkaitan dengan masalah teknis tersebut.
Namun, meski posko sudah dibuka, keluhan utama soal ketidaksesuaian hasil seleksi dengan jarak domisili calon siswa masih menjadi masalah besar. Orang tua berharap agar penanganan pengaduan tidak hanya sebatas perbaikan teknis, tetapi juga evaluasi menyeluruh terhadap sistem zonasi dan domisili yang diterapkan.
Dampak dan Harapan Warga Terhadap Pelaksanaan SPMB 2025
Fenomena anak-anak yang tinggal dekat sekolah justru gagal diterima memicu keresahan di kalangan warga sekitar. Banyak orang tua yang merasa sistem SPMB belum berjalan sesuai harapan dan mengancam prinsip keadilan pendidikan. Mereka juga menyoroti fakta banyak siswa yang harus menempuh jarak jauh dan menggunakan transportasi online untuk bersekolah, padahal seharusnya warga setempat menjadi prioritas utama.
Warga berharap Pemerintah Kota Depok dan Dinas Pendidikan dapat melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap pelaksanaan SPMB, khususnya mekanisme verifikasi domisili. Diperlukan keterbukaan dan pelibatan masyarakat dalam pengawasan proses penerimaan agar sistem ini berjalan transparan dan akuntabel. Selain itu, perbaikan data dan sistem penginputan domisili harus menjadi perhatian agar tidak menimbulkan kerugian bagi calon siswa yang seharusnya berhak mendapatkan akses pendidikan yang dekat dengan tempat tinggalnya.
Jika masalah ini tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin polemik serupa akan terus muncul setiap tahun, menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses seleksi sekolah negeri. Oleh sebab itu, kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan warga sangat dibutuhkan untuk mewujudkan sistem penerimaan murid baru yang adil dan berkualitas.
Posting Komentar