Berapa Kasus TBC Terbanyak Kedua di Dunia? Fakta Indonesia yang Mengkhawatirkan

Daftar Isi

Karir Digital , Jakarta - Tuberkulosis atau TBC masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu diatasi pemerintah Indonesia. Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2024 yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi di dunia setelah India dalam jumlah kasus tuberkulosis.

Dalam laporan tersebut, Indonesia tercatat memiliki 1,06 juta kasus TBC dengan angka kematian mencapai 134 ribu jiwa tiap tahunnya. Melihat situasi itu, Kementerian Kesehatan resmi meluncurkan program Desa Siaga TBC pada 9 Mei 2025.

Program Desa Siaga Tuberkulosis (TBC) merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi publik guna mewujudkan target eliminasi TBC pada 2030. Dikutp dari Antara , 7 Juni 2025, program Desa Siaga TBC dimulai dari delapan desa perintis yang tersebar di Kota Jakarta Timur, Kota Medan, Kota Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur, hingga Kabupaten Brebes.

Adapun Desa Siaga TBC ini memiliki beberapa peran penting. Pertama, melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait bahaya, penularan, dan edukasi umum tentang TBC. Kedua, mempercepat proses bantuan medis bagi pasien maupun keluarga atau kontak eratnya.

Ketiga , mengawasi jalannya pengobatan agar pasien konsisten hingga sembuh tuntas. Terakhir, desa siaga juga berperan dalam pelacakan kontak pasien melalui pendekatan sosial dan kemasyarakatan serta bekerja sama dengan puskesmas untuk mencegah penyebaran lebih luas.

Program ini juga bertujuan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat, antara lain membantu mencegah penularan TBC, mempercepat akses pengobatan bagi pasien dan kontak eratnya, serta menghapus stigma negatif terhadap penderita TBC sehingga mereka dapat menyelesaikan pengobatan hingga tuntas.

Menurut data Kemenkes, jumlah pengobatan kasus TBC terus meningkat dari 635.840 orang pada 2022 menjadi 722.863 orang pada 2023. Pada 2024 diperkirakan mencapai 802.228 orang, dan pada 2025 ditargetkan mencapai 931.950 orang.]

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa tantangan terbesar bukan hanya menemukan pasien, tetapi memastikan mereka benar-benar sembuh. Di sinilah peran vital kader Desa Siaga TBC.

Dilansir dari laman resmi Kementerian Kesehatan , secara global setiap tahunnya TBC telah menyebabkan lebih dari satu juta kematian. Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, hal ini setara dengan dua orang meninggal setiap satu menit akibat TBC.

“Di Indonesia sendiri, estimasinya ada satu juta orang yang baru tertular setiap tahun, dan 125 ribu di antaranya meninggal dunia. Artinya, setiap empat menit ada satu warga Indonesia meninggal karena TBC,” ujar Budi.

Melalui program ini, Budi menekankan tiga langkah utama dalam upaya menekan angka tuberkulosis di Indonesia. Pertama, menemukan seluruh kasus TBC yang masih tersembunyi di masyarakat. “Tahun ini target kita satu juta kasus TBC bisa ditemukan. Saat ini sudah 800 ribuan. Kader harus bantu temukan sisanya,” ujarnya.

Langkah kedua, pasien yang telah terdeteksi harus segera mendapatkan pengobatan tanpa penundaan. “Jangan ditunda. Jangan dirujuk ke rumah sakit, langsung diberi obat. Ini penting agar mereka tidak menularkan ke orang lain,” kata Menkes.

Ketiga, pengawasan pengobatan juga menjadi sorotan. Menkes mengingatkan bahwa pengobatan TBC membutuhkan waktu berbulan-bulan, dan putus obat bisa memicu resistensi. “Kalau resisten, pengobatannya lebih susah dan lebih mahal,” katanya.

Selain itu, meski obat TBC tersedia dan pengobatannya gratis, stigma masyarakat masih menjadi penghalang utama. Tak sedikit pasien yang enggan berobat karena malu atau takut dikucilkan. Melalui Desa Siaga TBC ini, kader kesehatan juga memiliki tugas untuk berupaya menghapus stigma ini agar pasien tidak ragu menjalani pengobatan hingga tuntas dan dapat kembali sehat tanpa diskriminasi.

Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Ahmad Riza Patria menyampaikan bahwa Kementerian Desa (Kemendes) telah mengucurkan dana desa sebesar Rp 400 juta hingga Rp 1 miliar untuk setiap desa. Dana tersebut sebagian dapat dimanfaatkan untuk menangani isu-isu kesehatan seperti tuberkulosis (TBC) dan stunting. Ia juga mendorong pemerintah kelurahan agar mengajukan program serupa jika belum memiliki alokasi anggaran.

Posting Komentar